Jumlah chapter : 1
Genre : Drama, Religi, Romance
Karya/Credit : Kahfi
Dikutip dari : Bpk. Ahmad Dimyati Al - Habsy
Pada
suatu ketika di negri yang damai terdapat keluarga bahagia yang terdiri dari
Ayah, Ibu dan dua orang anak. Sang Ayah berkerja sebagai karyawan swasta yang
gajinya lumayan besar sehingga keluarga tersebut bisa di bilang keluarga yang
berkecukupan. Kemudian di suatu hari sang Ayah merasa jenuh dengan kehidupan
sehari – hari nya. Sepulang bekerja dia
pun di ajak oleh teman2 sekantornya untuk bersenang – senang di tempat hiburan
malam. Hari berganti hari tanpa ada masalah apapun dalam keluarga
tersebut. Sampai suatu ketika sang Ibu/Istri merasa curiga dan bertanya kepada
sang Ayah. “Yah belakangan ini Ayah selalu pulang lebih larut dari biasanya,
apakah ada masalah di kantor?” tanya sang Istri. Sang Ayah menjawab “Tidak ada
masalah apapun Bu, semuanya baik2 saja”. Sang Istri pun tenang.
Bebrapa waktu
kemudian saat sang Ayah bersenang – senang di tempat hiburan malam sang Istri
memergokinya, dan terjadilah pertengkaran antara kedua suami – istri tersebut.
Seiring berjalan waktu konflik tersebut mulai memadam dan mereka saling
memaafkan. Lalu di suatu hari sang Ayah melakukan kesalahan fatal dalam
pekerjaannya, sehingga ia di pecat dari perusahaan tempat dia bekerja tersebut.
Dia memberitahu kan kepada istri dan anak – anaknya bahwa dia kehilangan
pekerjaannya, tetapi dengan lapang dada mereka bertiga menerima berita tersebut
seraya member semangat kepada sang ayah yang sedang terpuruk. Kehidupan mereka
setelah sang ayah menganggur pun semakin sulit hingga sang ibu rela berjualan
gorengan untuk menutupi kebutuhan hidup sehari – hari mereka. Susah senang sang
istri terus mendampingi sang suami tanpa rasa lelah. Tak lama kemudian sang
ayah mendapat pekerjaan yang layak sehingga financial keluarganya membaik
seperti sebelumnya.
Selang beberapa tahun, rasa jenuh yang dulu dirasakan sang
ayah hadir kembali di kehidupannya, kembalilah dia ke dunia hiburan malam. Sang
istri kembali curiga dengan kepulangan suaminya seusai kerja lebih larut dari
biasanya. Kejadian yang sama pun kembali
terulang, sang istri mendapati suaminya yg sedang in the hoy di warung
remang – remang. Kali ini sang istri tidak bisa memaafkan kesalahan suaminya
untuk kedua kalinya dan dia memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah sang
suami bersama kedua anaknya. dengan kondisi lelah usai bekerja, emosi sang suami tak terbendung dan berkata “ Pergi
saja sana, aku bisa hidup bahagia tanpa kalian”. Tak lama dari kejadian
tersebut sang Ayah/suami kembali melakukan kesalahan dalam bekerja dan
kehilangan perkerjaan. Kesana – kemari dia mencari pekerjaan tapi tak kunjung
menemukan perusahaan yang mau menerimanya bekerja.
Sore hari dengan pakaian
yang lusuh dan basah dengan keringat setelah pontang - pantong mencari pekerjaan, dia bertemu dengan teman semasa sekolah,
dia pun “curhat” kepada temannya tersebut tentang masalah yg dialaminya. Di
sela – sela curhatnya dia mengatakan “semua ini terjadi karena istriku pembawa
sial, andai aku tidak menikah mungkin hidupku tak akan sesengsara ini”
ungkapnya, karena sebelum menikah kehidupannya tidak pernah merasakn musibah. Setelah dia selesai mencurahkan isi hatinya. Sang teman terdiam sejenak
lalu bertanya kepadanya. “wahai teman ku, andaikan kau diberi pilihan dengan
siapa kau ingin menghabiskan sisa hidupmu maka kau memilih siapa diantara orang2
terdekatmu?”. Dia pun berfikir sambil berbicara di dalam hati “jika aku memilih
kedua orang tuaku mungkin mereka akan meninggal terlebih dahulu sebelum aku dan
aku akan sendirian, jika aku meilih saudara kandung (adik/kakak) ku mereka akan
memilih hidup bersama keluargnya sendiri akupun akan sendirian, jika aku memilih anak – anak ku
mereka juga akan membangun keluarga sendiri dan meninggalkan ku sendiri, lalu
jika aku memilih hidup bersama istriku ......” Dia behenti berfikir dan mulai
menestakan air mata. Sampai akhirnya dia sadar bahwa yang bisa menemani sampai akhir hidupnya hanyalah seorang istri.
Dia juga teringat dulu saat sulit istrinya selalu mendampingi, memberi semangat
bahkan mambantu mencari nafkah. Air mata yg ia teteskan mulai mengering dan dia
berterima kasih kepada sang teman yang telah menyadarkannya.
Berbagai cara dan
usaha dia lakukan untuk meyakinkan istrinya untuk memaafkan dan kembali hidup
bersama nya sembari berjanji bahwa dia tidak akan melakukan kesalahan yang sama.
Sampai akhirnya sang istri yang memang tidak pernah berhenti mencintai dan selalu mendoakan suaminya tersebut kembali tinggal bersama sang suami. Hingga kedua anaknya yang tumbuh dewasa membangun keluarganya pergi dan tinggal dirumahnya sendiri, sang istrilah yang masih tetap setia menemani sampai akhir hayatnya.
Note : Walaupun saya belum menikah (saat cerpen ini dibuat)
tapi saya sempat memikirkan bahwa istri adalah pelengkap hidup seorang lelaki
dan hanya sang istri yang akan menemani hidup sampai ajal menjemput. Jadi untuk para suami jangan sakiti atau sia - siakan istrimu.
Sekian, terima kasih telah mampir.
writernya kebelat kawin kali yaak hehe
BalasHapusbisa aja lu, gw blm siap semuanya, lu x yg tinggal dijorogin doank
Hapus